
Pertanyaan :
Ustadz… adakah syarat dan ketentuan bagi seorang wanita yang bepergian tanpa mahrom?
Jawaban :
Ada beberapa hadits yang menyatakan bahwa wanita ketika bepergian (safar) harus disertai mahrom. Diantaranya adalah hadits sohih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut (Sohih Bukhori no:2784)
{…ولا تسافرن امرأة إلا ومعها محرم…}
“…dan janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya…”
Tentu yang dimaksud dengan bepergian disini adalah perjalanan yang mencapai jarak minimal berlakunya hukum safar, dan ulama berbeda pendapat terkait hal ini, ada yang mengatakan ±84 km, ada yang mengatakan perjalanan sehari semalam, ada yang mengatakan disesuaikan dengan ‘urf(anggapan masyarakat terhadap jarak perjalanan yang bisa dikatakan safar). Jadi kalau wanita pergi ke pasar, menghadiri pengajian, dan lainya dengan jarak yang tidak mencapai batasan safar maka tidak disyaratkan bepergian dengan mahrom.\
Terhadap pelarangan safar wanita tanpa adanya mahrom yang terdapat dalam hadits diatas, para ulama berbeda pendapat terkait pelarangan atau kebolehannya dikarenakan perbedaan dalam menentukan ‘illah (sesuatu yang menjadi sebab ketetapan hukum guna mewujudkan kemaslahatan). Ada yang menganggap bahwa ‘illah-nya adalah safar itu sendiri, dan secara mutlak mensyaratkan safar bersama mahrom bagi wanita. Ada yang menganggap bahwa ‘illah-nya adalah mendapatkan keamanan, maka membolehkan wanita safar tanpa mahrom asal terjamin keamanannya.
Kondisi safar sekarang yang jauh berbeda dengan zaman dulu, dimana perjalanan lebih mudah dan cepat dengan sarana transportasi yang modern, serta adanya keamanan dan perlindungan dalam perjalanan, maka pendapat yang mengatakan bolehnya wanita safar tanpa mahrom asal bisa memastikan keamanannya, lebih relevan untuk diterapkan. Pendapat ini yang dipilih oleh Darul Ifta’ Al-Mishriyah. Adapun bagi wanita yang telah bersuami, maka harus izin suaminya ketika hendak melakukan safar, dan untuk safar wajib seperti menunaikan ibadah haji, maka suami tidak boleh melarangnya selama ada kepastian keamanan dalam safar-nya.
Wallahu A’lam
Dijawab Oleh :
Ustadz Suratno, Lc., M.H.I
(Pengajar Ma’had Tahfidz Izzah Zamzam Surakarta, Mahasiswa S3 Syari’ah di King Abdulaziz University Jeddah, KSA)
Referensi :
- An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, Darul Fikry, jilid: 8 halaman 340
- As-Sarkhosy, Al-Mabsuth, Darul Ma’rifah (Beirut:1414 H), jilid: 4, halaman:111
- Al-Kasany, Badai’u Ash-shonai’, Darul Kutub Al-Ilmiyah (1406), jilid 2, halaman 124
- Al-Hithob Al-Maliky, Mawahib Al-Jalil Fii Syarh Mukhtashor Al-Kholil, Darul Fikry (1412 H), jilid: 2, halaman:524
- Manshur Al-Bahuty Al-Hanbaly, Kasyaful Qona’ ‘an matni Al-Iqna’, Darul kutub Al-Ilmiyah, jilid:2, halaman 394
- Daul Ifta’ Al-Mishriyah : https://www.dar-alifta.org/ar/fatawa/11755/%D8%B3%D9%81%D8%B1-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B1%D8%A7%D8%A9-%D8%AF%D9%88%D9%86-%D9%85%D8%AD%D8%B1%D9%85#:~:text=%D9%85%D8%A7%20%D8%B1%D8%A3%D9%8A%20%D8%A7%D9%84%D8%B4%D8%B1%D8%B9%20%D9%81%D9%8A%20%D8%B3%D9%81%D8%B1,%D8%A7%D9%84%D9%88%D9%84%D9%8A%20%D8%A5%D9%86%20%D9%84%D9%85%20%D8%AA%D9%83%D9%86%20%D9%85%D8%AA%D8%B2%D9%88%D8%AC%D8%A9.

