لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.
“Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi
orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah”
Larangan Makan Minum Sambil Berdiri Dalam Islam dan Fakta Ilmiah Kesehatan
Islam sangat mengatur aspek kehidupan manusia, termasuk adab makan dan minum. Terkadang makan dan minum sambil berdiri menjadi kebiasaan, padahal itu tidak baik bagi kesehatan dan dilarang dalam Islam. Undangan pesta atau hajatan sering kali dilakukan tanpa tersedia tempat duduk.Para ulama menegaskan bahwa minum sambil duduk lebih utama dari pada minum sambil berdiri. Ini berdasarkan hadits Nabi Saw, “Janganlah di antara kalian minum sambil berdiri, bila terjadi maka muntahkanlah airnya.” (HR. Muslim).
Dari Anas radhiyallahu anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw melarang seseorang untuk minum berdiri.” Qatadah (seorang tabi’in) berkata, “Kami bertanya kepada Anas, ‘Bagaimana dengan makan sambil berdiri?’ Anas menjawab, ‘Yang demikian itu lebih jelek dan lebih buruk.’” (HR. Muslim).
Dari Abu Sa’id al-Khudriy, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim no. 2025, dll)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum sambil berdiri. Barang siapa lupa sehingga minum sambil berdiri, maka hendaklah ia berusaha untuk memuntahkannya.” (HR. Ahmad no 8135)
Rasulullah pernah berwasiat kepada Abu Hurairah untuk senantiasa mengamalkan tiga amal yaumiyah.
Tiga wasiat ini selalu dipegang oleh Abu Hurairah dan tidak pernah ia tinggalkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Kekasihku (Rasulullah) mewasiatkan tiga hal yang tidak akan kutinggalkan hingga mati
yakni berpuasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha dan shalat witir sebelum tidur”
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan :
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.”
(HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)